Dewasa ini kasus kekerasan di
Indonesia sedang marak terjadi. Beberapa media memberitakan kasus-kasus
kekerasan yang terjadi dengan latar belakang dan pelaku maupun korban yang
berbeda-beda. Semua kalangan masyarakat dapat menjadi korban maupun pelaku dan
kekerasan yang terjadi dapat berupa kekerasan fisik maupun mental.
Contoh kasus kekerasan yang sedang
marak terjadi adalah tawuran. Menurut Mariah (2007), tawuran merupakan salah
satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk melakukan
tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan
baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja
di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1)
aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan
korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik. Tawuran
yang terjadi sekarang ini banyak terdapat di kalangan remaja khususnya antar
pelajar. Tawuran antar pelajar selalu menjadi bahan perbincangan setiap
tahunnya. Jika diselidiki lebih lanjut lagi, masalah tawuran antar pelajar akan
membawa dampak panjang, karena selain menyangkut pelajar yang terlibat, namun
juga untuk keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Seperti yang dikutip dalam Tempo.co, terdapat kasus tawuran yang
melibatkan pelajar di Bogor bahkan terdapat 1 korban jiwa dalam kasus
ini. Korban tewas yang bernama Ardyansah, 17 tahun, pelajar kelas III SMK
Bhakti Taruna Kota Bogor diakibatkan menderita empat luka tusuk di perut dan
pinggang akibat senjata tajam jenis cerulit.
Menurut keterangan, tawuran diawali dengan belasan siswa Bhakti Taruna pulang menumpang satu mobil angkutan kota ke rumah masing-masing. Saat angkot tersebut melintas di depan SMK YZA, puluhan pelajar dari sekolah tersebut melempar pelajar menggunakan batu dan kayu. Tidak terima dengan penyerangan tersebut, salah seorang pelajar dari SMK Bhakti Taruna mengirim pesan singkat kepada salah seorang pelajar lawannya untuk janji tawuran.
Menurut keterangan, tawuran diawali dengan belasan siswa Bhakti Taruna pulang menumpang satu mobil angkutan kota ke rumah masing-masing. Saat angkot tersebut melintas di depan SMK YZA, puluhan pelajar dari sekolah tersebut melempar pelajar menggunakan batu dan kayu. Tidak terima dengan penyerangan tersebut, salah seorang pelajar dari SMK Bhakti Taruna mengirim pesan singkat kepada salah seorang pelajar lawannya untuk janji tawuran.
Jelas kasus tawuran antar pelajar
ini memang sudah menjadi tradisi, masalah yang sepele bisa dibesar-besarkan
karena menyangkut 1 almamater. Terdapat beberapa penyebab dari tawuran selain
menyangkut pendidikan sejak dini yang ditanamkan oleh orangtua. Berdasarkan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations
Orientations) oleh Schuax (1958) dalam
ANNEAHIRA.COM, ketika seorang anak kekurangan
pemuasan kebutuhan-kebutuhannya, maka ia akan mengembangkan pola perilaku
tertentu untuk menyesuaikan diri dengan kekurangan-kekurangan tersebut. Pola
tersebut akan menetap sampai dewasa. Ada tiga macam kebutuhan antarpribadi,
yaitu:
1. Inklusi
Inklusi adalah rasa saling memiliki dalam suatu
situasi kelompok. Kecemasan anak ketika anak merasa tidak berguna atau merasa
tidak ada sama sekali. Hubungan orangtua-anak yang negatif adalah jika anak
jarang kontak dengan orangtua atau jarang berkomunikasi dengan orangtua. Hal
ini akan menyebabkan anak jauh dari bimbingan orangtua. Berdasar tipe-tipe
inklusi, pelaku tawuran bisa dikategorikan dalam perilaku kurang sosial, karena
perilaku ini disebabkan oleh kekurangan inklusi. Misalnya anak sering diacuhkan
oleh keluarga semasa kecil. Tipe kedua yang bisa juga menyebabkan tawuran
adalah perilaku terlalu sosial. Contoh dari perilaku ini adalah munculnya sikap
ingin menang sendiri pada anak. Seperti dalam contoh di atas pada tawuran antar
siswa di Palu yang disebabkan karena kekalahan salah satu kelompok.
2. Kontrol
Berdasarkan kebutuhan kontrol, anak bisa merasa cemas jika
ia tidak tahu apa yang diharapkan darinya, karena dia merupakan seorang anak
yang tidak mampu menangani persoalan sendiri.
Anak yang kekurangan dalam kebutuhan kontrol akan sulit mengikuti peraturan.
Peraturan disekolah yang tidak memperbolehkan mereka berkelahi akan mereka
langgar dan akhirnya dengan mudah mendorong mereka berkelahi dan tawuran.
Tipe-tipe dari perilaku kontrol yang memungkinkan anak melakukan tawuran adalah
perilaku abdikrat dan perilaku otokrat. Perilaku abdikrat yaitu ketika anak
merasa dirinya tidak mampu membuat sebuah keputusan. Jadi anak akan lebih suka
dipimpin daripada memimpin. Di tipe ini anak mudah dipengaruhi oleh
teman-temannnya jika dia di ajak membantu tawuran. Yang kedua adalah perilaku
oktokrat. Perilaku ini kebalikan dari sebelumnya, anak memiliki kecenderungan
untuk mendominasi oranglain. Pola asuh dari anak tipe ini biasanya orangtua
sering memanjakan dan memenuhi segala keinginan anaknya. Jadi anak akan selalu
merasa ingin menang dan ingin pendapatnya selalu dituruti oleh oranglain yang
dia samakan dengan orangtuanya.
3. Afeksi
Tingkah laku afeksi merupakan hubungan antara dua
orang dan saling melibatkan diri secara emosional. Tingkah laku afeksi yang
negatif yang merupakan tingkah laku yang dimiliki oleh masing-masing pelaku
tawuran adalah kebencian, dingin/tidak akrab, tidak menyukai, mengambil jarak
emosional. Di masing-masing kelompok tawuran pasti karena sebagian ada yang
masuk dalam tipe afeksi yang terlalu pribadi. Anak ini menginginkan hubungan
emosional yang erat, maka jika temannya ada yang tidak setia kawan dia akan
marah. Anak di tipe ini akan membicarakan rasa kesetiakawanan temannya dalam
membela kelompok dalam tawuran.
Solusi dari mewabahnya tawuran dikalangan anak-anak
dan remaja adalah dengan menanamkan atitud yang tepat sejak dini oleh orang
tua, mengajarkan anak untuk dapat memilah teman dengan baik, menanamkan pola
pikir bahwa tawuran adalah jalan menuju masa depan yang kelam, dan peran
instituisi juga sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak-anak, maka
orang tua juga harus pandai memilih lembaga atau instituisi yang tepat bagi
anak-anaknya.
Sumber:
Anonim.
2013. Penyebab Remaja Tawuran. [WWW.ANNEAHIRA.COM]
Mariah,
Ulfah. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri Terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis yang dipublikasikan. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi, Universiata Gajah Mada.
Permana,
Sidik M. 2013. Tawuran Pelajar Lagi di
Bogor, Satu Tewas. [www.Tempo.com]
0 komentar:
Posting Komentar