Pribumi dan Non Pribumi menurut Pasal 26 UUD 1945

Sering kita mendengar ucapan istilah penduduk,”Pribumi dan Non Pribumi” yang dapat memecahkan belahan persatuan dan kesatuan bangsa.
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
1.      Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara.
2.      Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3.      Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan Undang-Undang.
Berdasarkan ayat-ayat di atas dikatakan pantaskan isu tersebut dikemukakan? Bisa dikatakan isu inilah yang menjadi sumber masalah hampir di setiap warga negara Indonesia yang berujung terjadinya pertumpahan darah antar masyarakat dan menjatuhkan martabat nama baik Indonesia di mata dunia Internasional.
Kata pribumi atau penduduk asli memiliki arti yaitu setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau negara, dan menetap disana dengan status asli  yang diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Istilah pribumi ini ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut . Sedangkan non pribumi yaitu bukan penduduk asli suatu negara.

Contoh seseorang dikatakan pribumi dan non pribumi yaitu apabila terdapat sepasang suami-istri bernama Pak Raja dan Ibu Ratu yang bertempat tinggal di Bandung. Mereka berdua penduduk asli kota tersebut. Namun karena suatu alasan tertentu, mereka berdua pun memutuskan untuk pindah ke kota Virginia di Amerika Serikat. Disana Ibu Ratu melahirkan seorang anak yang diberi nama Christ. Christ tumbuh dan besar di Virginia. Pada akhirnya ketika umurnya sudah dewasa, Chirst menikah dengan seorang perempuan keturunan Indonesia yang terlahir juga di kota tersebut yang bernama Maria. Dari pernikah tersebut lahirlah seorang putra yang bernama Ryan masih di kota yang sama. Christ dan Maria membesarkan Ryan di Virginia, hingga pada akhirnya mereka berdua berniat untuk berkunjung ke kota asal dari orang tua Christ yaitu kota Bandung di Jawa Barat. Bersama dengan putranya, mereka pun tiba disana.
Dari contoh di atas memunculkan satu pertanyaan yaitu apakah Ryan pantas dan layak untuk disebut sebagai warga pribumi disana? Sedangkan ia dan ayahnya dilahirkan di Virginia, Amerika Serikat.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah tanpa harus menanyakan dimana mereka lahir pun, warga Bandung akan menganggap Christ dan Ryan sebagai warga pribumi karena sudah terlihat dari penampilan fisik mereka berdua yang memiliki wajah pribumi.
Penjelasan ini sudah membuktikan tentang abu-abunya penentuan seseorang yang dianggap sebagai pribumi atau non pribumi. Tapi bagaimana jika Bara adalah sebagai warga Tionghoa yang memiliki sebidang tanah di suatu daerah di Indonesia warisan dari nenek-moyangnya yang sejak zaman Hindia Belanda lahir besar dan tinggal di Indonesia. Pantaskah Bara disebut sebagai seorang warga pribumi? Untuk menjawab pertanyaan yaitu bisa kita artikan terlebih dahulu bahwa Seseorang disebut sebagai WNI adalah jika ia telah diakui oleh Undang-Undang sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Dari penjabaran di atas dapat ditarik dua kata utama, yaitu Undang-Undang dan KTP. Jadi seseorang harus diakui terlebih dahulu oleh Undang-Undang, lalu setelah itu memiliki KTP, barulah bisa disebut sebagai Warga Negara Indonesia. Sedangkan penduduk adalah orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal disana. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dari pengertian ini dapat dimengerti bahwa kependudukan tidak sama dengan kewarganegaraan. Dan hal ini pun sudah tertuang dengan jelas pada ayat nomor 2, bahwa orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia pun disebut sebagai penduduk.
Jadi, kembali kepada asas kemanusiaan dan hak-hak asasi yang hakiki. Setiap orang berhak untuk tinggal dan hidup dimana pun mereka inginkan, asal tidak menyalahi hukum dan Undang-Undang yang berlaku. Hal tersebut jelas diperbolehkan. Dan isu mengenai ‘pribumi dan non pribumi’ ini pun sebenarnya tidak perlu diperpanjang lagi. Karena selain dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, hal ini juga tidak memiliki dasar yang jelas dan masih mengambang. Ingatlah dalam diri masing-masing yaitu satu slogan “Bhinneka Tunggal Ika” dan berharap dapat menyadarkan bahwa betapa indahnya hidup bersama di dalam perbedaan.

Apakah di Indonesia Ada Penduduk Asli? Kalau Ada Dimana Domisilinya?
Indonesia memiliki penduduk asli hanya terdiri dari dua golongan yakni Pithecantropus Erectus beserta manusia Indonesia purba lainnya dan keturunan bangsa pendatang di luar Nusantara yang datang dalam beberapa gelombang . Dilihat dari sejarahnya, beberapa juta tahun yang lalu wilayah Indonesia telah dihuni oleh penghuni yaitu manusia purba dengan jenis kebudayaan batu tua (mesolithicum) yang hidup secara semi nomaden. Ketika manusia Indonesia purba tersebut datang dan menetap di suatu tempat, mereka tidak memerlukan tanah sebagai modal untuk hidup mereka yang berpindah-pindah, melainkan melakun pengumpulan makanan (food gathering). Biasanya tempat yang dituju adalah lembah-lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk mendapatkan ikan atau kerang (terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba di wilayah Nusantara di lembah-lembah sungai) walaupun tidak tertutup kemungkinan ada pula yang memilih mencari di pedalaman. Lalu mereka akan pindah jika sudah tidak mendapatkan lagi makanan. Manusia-manusia purba ini sesungguhnya lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini dikenal sebagai penduduk asli Australia.

Mengapa Timbul Isu Pribumi dan Non Pribumi
Isu pribumi dan pribumi ditimbulkan karenakan pendidikan dan wawasan akan kesadaran berbangsa dan bernegara masih belum masuk dan di hayati penuh sepenuhnya oleh masyarakat kita atau pola pikir masyarakat yang masih menganggap bahwa dirinyalah yang terbaik dan benar. Hal ini sangat disayangkan apabila terjadi. Seharusnya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” kita tanamkan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu berbeda-beda tetapi satu jua. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Maka pertengkaran, bentrokan sesama manusia dan pertumpahan darah tidak akan terjadi dan tidak akan memecahkan persatuan dan kesatuan negara dan bangsa Indonesia serta meninggikan harkat martabat nama Indonesia di mata Internasional.


Siapa yang Dimaksud Non Pribumi
Non pribumi adalah seseorang yang bukan penduduk asli. Contoh non pribumi yaitu seperti bangsa arab, cina, negroid, melayu dan sebagainya. Namun menurut saya, tidak adanya perbedaan antara warga pribumi dan non pribumi, karena melihat dari semboyan bangsa Indonesia yaitu “berbeda-beda tetapi satu jua”.

Kenapa  Istilah Non Pribumi yang Menonjol  hanya pada Etnis Tionghoa
Adanya beberapa kasus yang melibat beberapa warga tionghoa lebih menonjol yaitu seperti:

  • Masa Orde Baru
Pada tahun 1965 terjadi pergolakan politik yang maha dasyat di Indonesia, yaitu pergantian orde, dari orde lama ke orde baru. Orde lama yang memberi ruang adanya partai Komunis di Indonesia dan orde baru yang membasmi keberadaan Komunis di Indonesia.
Bersamaan dengan perubahan politik itu rezim Orde Baru melarang segala sesuatu yang berbau Cina. Segala kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina tidak boleh dilakukan lagi. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.14 tahun 1967. Di samping itu, masyarakat keturunan Cina dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya dan rasa nasionalisme mereka terhadap Negara Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat keturunan Cina baik dalam bidang politik maupun sosial budaya. Di samping Inpres No.14 tahun 1967 tersebut, juga dikeluarkan Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain itu, penggunaan bahasa Cina pun dilarang. Hal ini dituangkan ke dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978. Tidak hanya itu saja, gerak-gerik masyarakat Cina pun diawasi oleh sebuah badan yang bernama Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) yang menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen (Bakin).


  • Etnis Tionghoa Masa Kini (Era Reformasi)
Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Mereka berupaya memasuki bidang-bidang yang selama 32 tahun tertutup bagi mereka. Kalangan pengusaha Tionghoa kini berusaha menghindari cara-cara kotor dalam berbisnis, walaupun itu tidak mudah karena mereka selalu menjadi sasaran penguasa dan birokrat. Mereka berusaha bermitra dengan pengusaha-pengusaha kecil non-Tionghoa. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara Tionghoa dalam selebaran kampanyenya untuk menarik minat warga Tionghoa
Para pemimpin di era reformasi tampaknya lebih toleran dibandingkan pemimpin masa orde baru.Sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan Tionghoa dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Cina dan lain sebagainya. Di masa pemerintahan Gusdur, Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 yang melarang etnis Tihoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf China dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa; Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres Presiden Megawati Soekarnoputri. Di bawah kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui sebagai agama resmi dan sah. Pelbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai politik, LSM dan ormas. SBKRI tidak wajib lagi bagi WNI, walaupun ada oknum-oknum birokrat di jajaran imigrasi dan kelurahan yang masih berusaha memeras dengan meminta SBKRI saat orang Tionghoa ingin memperbaharui paspor dan KTP.

Saran untuk Menghilangkan Isu Pribumi dan Non Pribumi di Indonesia
Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa yang berbeda. Untuk menghilangkan isu tersebut sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik seharusnya bisa lebih memahami apa yang disebut dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berpendidikan dan berwawasan akan kesadaran berbangsa dan bernegara, berpola pikir masyarakat untuk tidak menganggap bahwa dirinyalah yang terbaik dan benar, bersatu tanpa mempersoalkan suku yang berbeda, agama yang berbeda dan keturunan yang berbeda, untuk membentuk satu pemerintah yang adil dan bersih. Harapan untuk tidak memecahkan persatuan dan kesatuan negara dan bangsa pun tidak akan terjadi dan meninggikan martabat nama bangsa Indonesia di mata Internasional pun terbuka lebar.

Sumber:



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar